Sunday, August 01, 2010

faust, tak hanya sekedar tragedi cinta


Adegan ke enam belas
(Kebun Rumah Martha, Margareta dan Faust )
  • Margaretha : Bersumpahlah Heinrich (nama panggilan faust)
  • Faust. : Sumpah Greta ( dalam bahasa Jerman, Gretchen ), aku cinta padamu!
  • Margaretha : Katakan padaku apa agamamu yang sebenarnya? Meski kau baik dan ramah tapi aku ragu apakah kau benar2 alim.
  • Faust. : Biarlah kau terima apa adanya aku! Yang penting aku mencintaimu, karenadengan cinta itulah aku akan tabah menghadapi maut yang sekonyong konyong akan datang. Pun gereja dan agama takkan sanggup merampas cintaku.
  • Margaretha : Tapi itu tak benar, kita harus punya agama!
  • Faust. : Betulkah mesti?
  • Margaretha : Ya, mengapa? Maaf bila aku bersikeras tapi kau benar2 tak menghargai komune suci.
  • Faust. : Aku menghargai.
  • Margaretha : Tapi tidak dengan iman. Kau tak pernah mengunjungi jemaah kudus atau mengucapkan kredo. Percayakah kau pada Tuhan?
  • Faust. : Manis, siapa yg berani mengatakan bahwa dirinya percaya? Tanyakan siapa
  • saja dan dimana saja, pendeta atau orang suci lain akan ku ketahui bahwa
  • jawabannya kelihatannya seperti olok-olok.
  • Margaretha : Lantas sama sekali kau tak percaya.
  • Faust. : Tidak hanya jangan sampai salah paham. Sebab siapakah sesungguhnya dapat memastikan bahwa aku menganut suatu agama? Dan siapa pula yang berani dengan tegas mengatakan dan menunjukkan bahwa aku tidak percaya padaTuhan? Dia meliputi segala-galanya, menguasai segala-galanya. Tidakkah Dia juga meliputi engkau, aku, dan Dirinya sendiri. Tidakkah langit yang melengkung di atas jadi saksi dan bumi meletakkan dirinya di bawahnya? Dan dengan sinarnya berkilauan indah, tidakkah bintang-bintang bersahabat dengan kita? Jangan melihat seseorang dari kacamata orang lain. Hidup ada di sekeliling kepala dan hati kita, dia menenun rahasia –rahasia kekal, tampak atau tidak. Oh biarlah hidup itu sendirilah yang memenuhi hatimu, dan bila kepadamu hidup member kebahagiaan sebutlah Dia apa saja menurutmu; Bahagia! Jantung Hati! CInta! Tuhan! Sama saja Aku sendiri tak mau member nama kepada-Nya. Bagiku perasaanku adalah segala2nya. Nama hanyalah gaung dan uap yang membuat suram cahaya langit.
  • Margaretha : Apa yang kau katakan memang baik dan benar. Belum lama ini pendeta kami juga mengatakan hal yg sama hanya beda kata2.
  • Faust : Begitulah kebenaran yang di dengar oleh setiap hati, yang diturunkan dari surga dengan lafal yang berbeda-beda
Potongan dialog pada adegan ini seolah dejavu, otak saya mendadak membeku. Banyak pertanyaan yang kemudian muncul, sebagian pertanyaan yang ternyata jawabannya membuat saya terluka. Dan malam ini Faust sukses membuat saya berlinangan lagi, dasar cengeng >_<. Buat yang belum tahu soal Faust, Faust adalah buah karya Johann Wolfgang von Goethe, seorang sastrawan Jerman. Karyanya bercerita tentang seorang Ilmuwan cemerlang yang murtad karena melakukan perjanjian dengan Setan ( Mephisto).

Faust bukan novel seperti kebanyakan novel sastra, mirip dengan Hamlet atau cerita Romeo Juliet, faust disusun adegan per adegan. Kebetulan buku yang saya baca ini adalah part satu dari keseluruhan tragedy Faust. Adegan demi adegannya akan mengantarkan kita pada dialog cerdas yang akan membuat kita bertanya2. Seperti contohnya pada adegan ke tiga, ketika Faust mencoba untuk membuat kitab suci dan tafsir sendiri, dia berkata :
“ Tertera disini ( kitab suci) pada mulanya adalah kata, apa artinya ini aku tak percaya kata-kata merubah dunia, Jadi ku buat tafsir baru, “ Pada mulanya adalah pikiran!” Tapi mukadimah ini perlu diuji lagi..betulkah pikiran sanggup menciptakan dunia?, mungkin lebih baik kutulis pada mulanya adalah kekuatan. Ah, tapi penaku sudah tak sabar dan aku ragu-ragu bahwa kekuatan sanggup menciptakan dunia yang baru. Kini hati nuraniku menuntunku, membisikkan apa yang benar-benar kuinginkan. Bacalah sekarang : “Pada mulanya adalah perbuatan”.
Kalau kita jeli, dialog itu mengingatkan kita pada ayat pertama Al Quran. Ayat yang pertama turun ke Nabi Muhammad SAW ketika beliau berkhalwat di Gua Hira.

“Iqrobismikaladziqolaq“ yang artinya bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
Kata dan Bacalah… kelihatan berbeda tapi kalau saya pikirkan sama… maksa? Yah ini kan opini saya gitu ^_^. AL Quran memerintahkan untuk membaca, apa yang di baca? Pastilah kata kan ya..*mikir lagi*.
Kalimat demi kalimat yang tiap katanya membuat saya harus menerjamahkan dua kali, fyuh >_<.
Johann Wolfgang Van Goethe bermain dengan otak saya. Saya ingin menceritakan adegan demi adegan disini, tetapi pasti nanti jadi spoiler. Van Goethe menyindir perilaku manusia yang sekarang sepertinya menjadi-jadi. Bagaimana manusia menjadi lupa terhadap dirinya sendiri, dan sibuk membungkus jasmaninya dengan atribut-atribut yang sebenarnya kosong, karena toh pada akhirnya yang asli akan selalu terlihat tak perduli seberapa mahal atribut yang dia pakai. Beberapa adegan Faust juga ada yang vulgar, sempat membuat saya serasa membaca stensil *bener gak spellnya*. Saya lupa adegan ke berapa, si mephisto (note : setan ) menyamar menjadi Faust dan mengajarkan mahasiswa Faust untuk menjamah wanita di bagian-bagian tertentu dengan jaminan si wanita pasti akan terangsang. Atau adegan ketika Margareth hendak pergi, lalu di tahan oleh Faust. Saya masih inget adegannya karena pada bagian ini saya sempet meng-comparenya dengan ebook versi bahasa inggrisnya apakah betul terjemahannya seperti ini :
“ Greta..jangan kau pergi, ijinkan aku barang sejam meremas buah dadamu. Buah dada yang menyerbakan seribu birahi”
Dan berhubung Toefl saya gak bagus-bagus amat, sepertinya sih memang begitu adanya +_+ *langsung berasa gak enak badan*.

Sepanjang yang saya baca, karena ini tragedy endingnya pun tragedy, si Valentine kakak Margareth mati, Margareth membunuh ibunya dan membenamkan anaknya (sepertinya anak buah cintanya dengan Faust) ke kolam sampai mati. Lalu dia bunuh diri dan jiwanya terpenjara di penjara bawah tanah ( mungkin maksudnya neraka ). Ending selanjutnya ada baiknya baca sendiri..hehe

Tokoh faust seolah2 membuat kita tidak takut dosa, tapi sebenarnya bukan itu inti ceritanya. Faust mengajarkan kita berpikir arif. Untuk tetap bertanya tentang hidup. Untuk tetap menjadi jati diri kita. Berhubung saya bacanya yg versi balai pustaka dan itu part satu cm 256 halaman, kalau ada yang sudah pernah baca juga dan mendapatkan ending yang berbeda berarti dia baca versi terbitan yayasan Kalam.

Oh iya..ngomong2 nyari bukunya susah hahaha..untuk versi Yayasan Kalam dan Goethe institute sama sekali tidak ada cetakan baru. Pertama kalinya dalam sejarah saya menelepon semua toko buku online, dan gramedia pusat cuma untuk tahu ada stockkah untuk buku ini. Gak cuma itu, saya juga keliling ke gudang-gudang buku bekas, baik di pasar festival, kemang sampai Bangka wkwkwk..niat abisss. Belum ketemu juga saya telepon semua perpustakaan yang ada di Jakarta baik perpustakaan daerah, nasional sampai perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi di Jakarta. Goethe Institute, pasti juga masuk dalam daftar list telepon, dan tebak apa jawabnya “Di sini cuma ada satu mba koleksinya, itupun ada halaman yang sobek jadi tidak boleh dipinjam”, pengen saya cambuk aja itu tangan jahil yg suka sobek2 halaman buku karya sastra seperti ini. Perpustakaan yg ada cuma sekolah tinggi ilmu filsafat yang ada di cikini, saya lupa namanya.

Bagaimana akhirnya saya dapat dua versi buku baik yayasan Kalam dan balai Pustaka ini, jawabnya ada di Medan, saya dapat dari blog, setelah sebelumnya saya minta seseorang yg membahas buku ini juga untuk mengcopykan buku ini *pede abiis minta ke org2 yg gak dikenal sama sekali huehehehe*

Jadi, apakah buku ini layak di baca, bagi yang suka berpikir, saya rekomendasikan..Faust memberi kita ruang besar untuk bercermin…mengintropeksi diri kita sendiri. So far saya suka novel ini :). Semoga menjadi late birthday gift yang berkesan juga buatmu..meski saya pinjem dulu xixixixi…

Ohiya buat yang semalam memberi saya statement tapi tak mengijinkan saya membantah…
Saya cuma bisa berkata, “ Saya takkan pernah menjadi Gretchen atau Margareth yang bergerak hanya berdasarkan hati lalu menyesal di kemudian hari. Buat saya bahkan terkadang cinta sejati pun takkan sanggup menahan saya bila taruhannya adalah cinta saya pada-Nya.”

Wish me Lucky !! ^_^v
-icha-